Sabtu, 28 Juli 2018

Menuju Baik part 2

Assalammu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh

Ciputat, 29 Juli 2018

Kembali lagi di blog saya yang penuh inspirasi (haha pede banget yak). Sejujurnya saya juga gatau blog saya ini menginspirasi atau tidak, karena kalian lah para makhluk-makhluk omnivora (pembaca) yang bisa menilai. Kalo emang blog saya ini menginspirasi dan bermanfaat, Alhamdulillah. Tapi kalau ga menginspirasi, berarti anda bohong, jujurlah pada hati anda sendiri (maksa ya :D). Dan saya butuh bantuan kalian untuk kasih masukan, kritik, ataupun saran buat blog saya ini, demi masa depan dunia yang lebih baik. Oke langsung aja, kali ini saya mau lanjutin pembahasan perjalanan hidup saya di post sebelumnya.

Angin berhembus pada malam, ditemani sang rembulan, bintang bersinar sebagaimana mestinya, dan banyak manusia yang so’ so’an. Menuju baik adalah perjuangan, menuju baik adalah proses, dan tidak ada yang mudah dalam perjuangan. Kalaupun itu mudah, hanyalah kebetulan. Bukan berarti saya yang menulis ini menganggap diri sudah baik, sungguh bukan. Yang ingin saya katakan adalah, setiap insan memiliki pilihan, apaah dia mau mengikuti syaitan atau melawan. Ya, betul, menuju baik adalah langkah melawan syaitan. Janganlah anda mengolok-ngolok mereka yang sedang menuju baik, tapi bantu dan supportlah, jika tidak bisa maka diamlah.

Saya, Muhammad Faiz Fikri, manusia yang sempat hilang arah dan tujuan, kembali ditemukan dan mencoba mencari jalan menuju kebaikan. Saya harap, andapun menjadi bagian dalam perjalanan, jika tidak mau, maka jadilah penonton.

Masih cerita di tahun 2015 tentang pengalaman hidup. Saya yang saat itu memutuskan dan bersikukuh untuk tidak pacaran. Tidak mulus jalannya, banyak sekali cobaan dan terpaan. Di mulai dari lingkungan yang mayoritas pacaran, dan jomblo yang menjadi bulan-bulanan, sungguh berat nian. Hei anda, para wanita, dengarkanlah kesaksian dari laki-laki yang hina ini, tidak mudah bagi kami untuk menundukkan pandangan, meskipun memandang diperbolehkan, kadang menjadi larangan. Saya mengutip perkataan syaidina Ali (saya lupa pernah baca di mana, jadi mohon maaf tidak dicantumkan sumbernya). Beliau berkata “Pandangan pertama yang tidak disengaja oleh kalian adalah untuk kalian, pandangan selanjutnya yang disengaja adalah dosa untuk kalian.” Jadi tidak mudah bagi laki-laki untuk menundukkan pandangan, karena sudah nalurinya tertarik kepada lawan jenis. Ditambah lagi dengan make-upan dan wewangian, hal itu semakin membutakan. Alangkah baiknya, yang wanita tidak mengumbar kecantikan, dan lelaki menundukkan pandangan.

Saya yang saat itu ditunjuk sebagai ketua KOMPUSER untuk sementara, dan tidak digaji, juga tidak menggaji. Kebetulan, kami (KOMPUSER) ingin mengadakan kegiatan di awal tahun 2016, dan persiapannya dimulai sejak akhir 2015. Jujur saja, meskipun saat itu saya tidak pacaran. Namun, beberapa kali saya sempat dekat dengan beberapa wanita. Pertama, sebut saja namanya Melati (tentu bukan nama sebenarnya). Jadi, Melati ini adalah teman dari teman saya yang seorang mahasiswi kebidanan saat itu. Kenapa kami bisa kenal? Zaman itu masih banyak yang menggunakan aplikasi BBM dan melakukan promote-promotan pin. Dan kebetulan, saat itu pin dia saya add. Kami pun mulai chattan dan berkenalan, singkat cerita saya mulai melakukan gombalan.

Setelah beberapa bulan kenalan (meski hanya lewat chat), saya pun mulai merasa nyaman. Saat itu, Melati dan dua temannya pergi ke kawasan Kota Tua, Jakarta. Kenapa saya tau? Karena mereka memasang DP (foto) sedang di Kota Tua. Sontak saja, saya langsung bertanya kepada Melati, hingga timbullah percakapan yang kurang lebih seperti ini.
S= Saya, M=Melati;
S: “Lagi di Kotu yah?”,
M: “Iya,”
S: “Sama siapa aja?”
M: “Sama ****** dan ****.”
S: “Oh,”
M: “Iya, kesini aja iz, temenin”.
S: “Emang sampe kapan disitu?” (Saat itu jam menunjukan pukul 12.30 W.I.B)
M: “Sampe sore kayanya”
S: “Ok,”
M: “Ok apa nih?”
S: “Otw situ.”

Kebetulan saat itu sedang tidak ada jadwal kuliah, lalu saya pun melakukan perjalanan dari Ciputat menuju Kota Tua menggunakan APTB (Transjakarta) yang memakan waktu kurang lebih dua jam. Singkat cerita, tibalah saya di Kotu pukul 14.30 W.I.B. Dan sayapun mulai mencari keberadaan mereka, ketemulah kami di cafe Batavia (kalo ga salah namanya itu). Kami pun duduk berdampingan berempat (di Kotu ada kaya berbentuk batu gitu buat duduk) dan si Melati ini tepat di samping saya. Lalu timbullah percakapan yang mungkin membosankan tapi mengesankan, karena jujur saat itu saya tidak pandai untuk memulai komunikasi secara langsung terhadap orang yang baru dikenal. Setelah sempat ngobrol sebentar (banyakan disamper pengamen). Melati bilang “Iz, maaf yah, ini si **** minta pulang.” Saya pun menjawab dengan santai, “Oh iya gapapa santai aja” padahal dalam hati (baru juga ngobrol sebentar). Melati kembali memulai obrolan “Beneran gapapa nih, jadi gaenakan”. Saya pun menanggapi “Iya gapapa, lagian ini mau ke Senayan, mau ketemu temen” (padahal kagak).

Saya mengantar Melati dan teman-temannya menuju stasiun Kota Tua, karena mereka kuliah dan ngekost di daerah Tangerang Kota, dan transportasi publik untuk menuju kesana menggunakan kereta. Saya mengantar mereka hanya sampai pintu masuk stasiun, setelahnya saya langsung menaiki APTB  yang jaraknya berdekatan dari pintu masuk stasiun untuk kembali pulang ke Ciputat, kota kecil penuh kenangan. Itulah pertemuan pertama kami, yang tanpa direncakanan, singkat namun berkenan. Selepas pertemuan itu, kami pun semakin akrab.

Beberapa bulan kemudian, KOMPUSER yang saat itu ingin mengadakan kegiatan, yang merupakan kegiatan pertama kali dan tidak ada dana sama sekali. Kami memutuskan untuk mengajukan proposal ke berbagai perusahaan. Saat saya, bersama rekan saya, Juma dan mba Indah berkeliling ke berbagai perusahaan untuk mengajukan proposal (dan ini pertama kali bagi saya :D). Di saat itu juga, Mentari ngajak nonton bioskop di daerah Balai Kota. Sungguh pilihan yang sulit, di satu sisi saya harus menjalankan tugas saya, yaitu mengajukan proposal ke perusahaan, dan di sisi lain, ini merupakan kesempatan yang mungkin tidak datang dua kali untuk kembali mendekatkan diri sama Mentari. Saya pun memutuskan untuk tetap manjalankan tugas saya berkelana ke berbagai perusahaan. Saya berpikir bahwa tugas ini demi kemaslahatan ummat lebih penting daripada kepentingan pribadi. Asiik.

Ok, cukup sampai di sini dulu ceritanya, lanjut nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar